Sabtu, 29 Mei 2010

makalah kearifan lokal tepeasa Moroso ( Morowali)

TEPEASA MOROSO

SEBAGAI SALAH SATU KEARIFAN LOKAL

DI KABUPATEN MOROWALI

Tepeasa moroso merupakan salah satu semboyan atau kearifan lokal yang sering digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Morowali. Semboyan ini sering disebut-sebut sebagai semboyan yang memiliki makna pemersatu untuk masyarakat Morowali. Tepeasa Moroso yang berasal dari bahasa bungku yang terdiri dari dua suku kata yaitu tepeasa dan moroso, tepeasa yang artinya bersatu dan moroso yang artinya erat atau kuat. Jadi,secara terminologi atau bahasa, tepeasa moroso adalah bersatu dengan erat atau bersatu untuk kuat.

Masyarakat morowali pada umunya terdiri dari dua suku yaitu suku mori dan suku bungku. Awal mula muncul semboyan tepeasa moroso adalah sebagai semboyan untuk mempersatukan kedua suku tersebut yang notabenenya adalah suku yang sama-sama satu ras.jadi,semboyan tepeasa moroso bukan hanya sekedar bahasa yang dikeluarkan begitu saja tetapi mempunyai nilai sosial didalamnya. Akan tetapi ketika semboyan ini ditinjau lebih lanjut,pemaknaanya tidak sampai disitu saja tetapi semboyan tepeasa moroso bisa juga diartikan sebagai salah satu bentuk ekspresi dari masyarakat morowali yang menginginkan hidup bermasyarakat yang harmonis.

Kearifan lokal tersebut tidak hanya dipakai didalam masyarakat tetapi juga dijumpai didalam pemerintahan di kabupaten morowali. kata tepeasa moroso didalam kepemerintahan di kabupaten morowali memiliki makna yang sangat besar karena semboyan tersebut merupakan simbol dimana pemerintahan di kabupaten morowali harus bersatu dan kuat,saling mendukung sehingga kabupaten morowali bisa melaksanakan visi dan misinya untuk membangun kabupaten morowali kedepannya menjadi kabupaten yang membanggakan dalam segi agama, politik, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya,

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kearifan lokal adalah sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya-tahan dan daya-tumbuh di dalam wilayah di mana komunitas itu berada. Dengan kata lain, kearifan lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi geografis-geopolitis, historis, dan situasional yang bersifat lokal.

Salah satu cara memetakan kearifan lokal dapat dilakukan dengan mengidentifikasi tiga ranah (domain) tempat kearifan lokal itu berlaku. Ranah pertama adalah hubungan antara manusia dengan manusia; kedua, hubungan manusia dengan alam; dan ketiga hubungan manusia dengan Tuhan atau Sang Pencipta.

Hubungan antara pribadi dengan pribadi, di samping terungkap dalam perilaku pergaulan sehari-hari dalam komunitas, juga di dalam ungkapan-ungkapan bahasa dan sastra. Dalam hubungan yang lebih luas, misalnya dalam ukuran (skala) komunitas, terdapat pula ungkapan-ungkapan yang mengungkapkan kearifan itu. Contoh hubungan manusia dengan alam dengan jelas diperlihatkan oleh komunitas masyarakat. Masyarakat yang berhasil melakukan pemuliaan terhadap lingkungan hingga tak menghadapi masalah yang merongrong komunitas-komunitas lain yang sudah meninggalkan adat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan kearifan lokal dengan masyarakat di kabupaten morowali?

2. Bagaimana hubungan kearifan lokal dengan pemerintahan di kabupaten morowali?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hubungan kearifan lokal dengan masyarakat di kabupaten Morowali

Tepeasa Moroso merupakan satu kearifan lokal yang sering digunakan oleh masyarakat kabupaten morowali. masyarakat morowali merupakan masyarakat yang di kenal sangat menjunjung tinggi rasa kekeluargaan. Tak ada satu kegiatan pun yang dilakukan dalam lingkungan masyarakat yang terlepas dari adanya bantuan dan kerjasama antara masyarakat morowali. Tak terlepas dari hal ini, bentuk kerjasama ini tidak hanya dilakukan dalam lingkungan masyarakat morowali itu sendiri namun, bentuk kerjasama ini sering juga dilakukan diluar dari masyarakat morowali. Kenyataan ini dapat kita lihat hingga saat ini, dimana pada awalnya masyarakat morowali yang hanya terdiri dari dua suku yaitu suku mori dan suku bungku, namun pada keadaan sekarang penduduk yang mendiami kabupaten morowali terdiri dari berbagai suku yang datang melakukan migrasi hingga menetap di kabupaten morowali.

Keberagaman suku ini, tidak menurunkan hakikat atau nilai dari kearifan lokal masyarakat morowali itu sendiri. Tetapi, dengan keragaman suku ini, malah lebih menambah rasa kekeluargaan dan persaudaraan di dalam masyarakat morowali. Semboyan tepeasa moroso semakin dijunjung tinggi dan di akui dapat memberikan kekuatan untuk tetap saling menghargai dan membantu dalam hal apapun. Hal inilah yang mendorong banyak masyarakat dari daerah atau suku lain untuk tinggal dan menetap di kabupaten morowali. Contoh hubungan masyarakat dengan masyarakat, dalam acara pesta perkawinan yang dilakukan masyarakat. Dimana masyarakat saling membantu dan begotong royong untuk menyelenggarakan pesta tersebut mulai dari kegiatan yang kecil sehingga pesta tersebut dapat berlangsung dengan baik,selain itu juga apabila salah satu anggota keluarga dalam keadaan berduka maka warga lainnya membantu dan memberikan semangat kepada keluarga yang sedang berduka.

Kearifan lokal ini tidak hanya digunakan masyarakat dalam hubungannya dengan masyarakat saja. Namun juga hubungannya dengan lingkungan atau alam disekitarnya. Kearifan lokal ini sangat jelas diperlihatkan oleh komunitas towana di kabupaten morowali yang berada di alam. Masyarakat tradisional beranggapan bahwa mereka hidup “bersama” alam, dan bukan “di” alam seperti sikap kebanyakan anggota masyarakat modern. Oleh karena itu, komunitas towana ini memiliki solidaritas yang lebih kuat dengan alam. Mereka tidak pernah memperlakukan alam sebagai objek, melainkan sebagai subjek yang sebenarnya tidak dapat diperlakukan dengan sewenang-wenang. Kecenderungan komunitas towana untuk lebih memuliakan dan bukannya semata-mata memanfaatkan alam.

Pembangunan keagamaan dan pembangunan perdamaian juga dilakukan berdasarkan kearifan lokal masyarakat kabupaten morowali. Kearifan lokal dibangun antara umat beragama guna untuk menciptakan perdamaian. Masyarakat morowali sangat menghargai perbedaan akidah/agama.

Namun dalam kearifan lokal juga tetap dibangun kerjasama, seperti dalam membangun tempat-tempat ibadah serta dalam merayakan hari-hari besar keagamaan. Contohnya,dalam merayakan hari-hari besar keagamaan para masyarakat saling membantu untuk membersihkan tempat-tempat yang akan digunakan.

Di daerah kabupaten morowali tersebut juga sering diadakan gelar adat dan budaya bungku dimana dalam gelar adat tersebut yang sering dilaksanakan dibungku tengah dengan mempersatukan kecamatan dari kecamatan Bungku utara, Momosalato, Witaponda, Bumi Raya, Bungku Barat, Bungku Tengah, Bahodopi, Bungku Selatan dan Menui Kepulauan merupakan satu kesatuan dan merupakan tanah leluhur yang selama ini tetap dijunjung tinggi dan dihormati sebagai tanah adat masyarakaat bungku yang didalamnya tumbuh berkembang budaya dan adat masyarakat Bungku.

Masyarakat bungku juga selalu memelihara dan menumbuh kembangkan seni dan budaya masyarakat baik yang asli maupun yang masuk dari luar, dalam rangka pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional,selain itu wilayah eks swaparja yang sudah diakui keberadaannya dari zaman kerajaan sampai saat ini sebagai bagian dari NKRI, merupakan satu kesatuan wilayah tempat tumbuh dan berkembangnya wilayah masyrakat adat bungku beserta kebudayaannya merupakan kekayaan budaya nasional .dalam rangka pelestarianya. Maka wilayah adat masyarakat bungku akan terus dijaga dan dipertahankan keutuhan dari pengaruh apapun juga.

Inilah bentuk kearifan lokal yang selalu di pergunakan oleh masyarakat kabupeten morowali, “Tepeasa Moroso” yang berarti “Bersatu untuk membangun kekuatan” khususnya di daerah bungku yang selalu menjadi acuan dalam melakukan segala sesuatu.

Kearifan lokal ini mungkin sangat sulit untuk dilakukan oleh masyarakat di daerah lain. Namun, bagi masyarakat di kabupaten morowali khususnya didaerah bungku kearifan lokal “Tepeasa Moroso” ini adalah segalanya dan telah menjadi kebiasaan yang harus ada dalam setiap kegiatan apapun dalam masyarakat demi membangun morowali yang lebih baik. Sebenarnya kearifan lokal juga tidak hanya didapat dalam daerah tetapi dinegara indonesia juga kita menggunakan semboyan ”Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki makna sama dengan kearifan lokal di kabupaten morowali dan mungkin di daerah-daerah lain.

B. Hubungan kearifan lokal dengan pemerintahan di kabupaten morowali

Kabupaten morowali merupakan kabupaten yang baru dimekarkan begitupun dengan pemerintahannya. Pemerintahan kabupaten morowali dapat di katakan, pemerintahan yang baru atau pemerintahan yang masih dini terbentuk menjadi suatu pemerintahan. Pemerintahan kabupaten morowali terbentuk dan mulai dijalankan pada tanggal 5 agustus tahun 2002 sejak di tetapkannya UU 51 thn 1999 tentang pemfungsian ibukota kabupaten morowali yang defenitif di bungku. Namun dengan prestasi yang diraih oleh pemerintah kabupaten morowali, menempatkan kabupten morowali seakan telah lama terbentuk dengan perkembangan pembangunan semakin baik maupun dalam menejmen pemerintahannya.

Kemajuan ini tidak terlepas dari kearifan lokal yang selalu di anut dan di pegang teguh oleh masyarakat dan pemerintahan kabupaten morowali. Kearifan lokal “Tepeasa Moroso” tidak hanya dipergunakan dalam lingkungan masyarakat, namun juga digunakan dalam pemerintahan. Kearifan lokal ini digambarkan dengan membangun hubungan pemerintah dengan masyarakat kabupaten morowali agar pemerintahan disana berjalan dengan baik karena masyarakat berperan dalam pembangunan selain itu pemerintahan bekerjasama antar instansi-instansi dalam melakukan kinerjanya untuk membangun dan memajukan kabupaten morowali.

Berhubungan dengan kearifan lokal dalam pemerintahan kabupeten morowali, pemerintah kabupaten morowali juga membangun kerjasama dengan kabupaten-kabupaten lain, pemerintah provinsi dan bahkan sampai pada pemerintah pusat demi kemajuan kabupaten morowali. Selain itu, morowali dikenal sebagai daerah yang cukup kaya dengan sumber daya alam. Namun dengan keterbatasan sumber daya manusia (SDM), sehingga pemerintah kabupaten morowali juga membangun kerjasama dengan perusahaan-perusahaan asing guna mengolah dan menggunakan sumber daya alam demi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan kabupaten morowali.

Dalam bidang politik dan sosial pemerintahan melakukan kerjasama dengan kabupaten-kabupaten yang ada disulawesi maupun diluar sulawesi, kerjasama tersebut membuat kabupaten morowali mempunyai kekuatan tersendiri. Didalam kebudayaan pemerintahan kabupaten selalu mengikuti gelar-gelar adat yang diadakan disulawesi tengah maupun diluar dan bekerjasama dengan masyarakat sehingga sering kabupaten morowali mendapatkan peringkat pertama itu semua tidak terlepas dari kearifan lokal tepeasa moroso.karena tanpa kearifan lokal tersebut, pemerintah dan masyarakat tidak dapat bersatu.

Sampai sekarang pemerintahan di kabupaten morowali masih selalu berusaha membangun hubungan kerjasama ini untuk membangun wilayahnya agar menjadi daerah yang maju. Jadi sangatlah jelas bahwa kearifan lokal di kabupaten morowali sangat berpengaruh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan guna untuk menciptakan daerah yang berkembang dan mensejahtrakan masyarakatnya, selain itu kearifan lokal (tepeasa moroso) juga mengandung makna yang sangat berarti bagi masyarakat kabupaten morowali karena tepeasa moroso sering digunakan sebagai motifasi untuk kinerja pemerintah daerah yang kemudian dijadikan sebagai alat untuk intropeksi diri bagi aparat pemerintah daerah. Ada beberapa fungsi dari slogan ini antara lain :

1. Sebagai semboyan pemersatu

2. Sebagai alat intropeksi diri

3. Semboyan yang berfungsi sebagai motifasi

Semboyan Inilah yang kemudian digunakan pemerintah daerah untuk menjadikan morowali sebagai salah satu daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai harmonisasi untuk kemajuan daerah.

Pemerintah kabupaten morowali yang mempunyai visi menjadikan morowali sebagai kabupaten “agribisnis” kini tengah mulai membenahi satu persatu kearifan lokalnya diantaranya suku wana yang ada dikecamatan bungku utara dan momosalato kabupaten morowali mulai diberikan fasilitasi jalan produksi untuk bisa dijangkau oleh pemerintah. Tepeasa moroso inilah semboyan yang kemudian dijadikan patron pemerintah sebagai semboyan pemersatu karena banyaknya budaya-budaya dan Ras yang ada dikabupaten morowali, disamping itu pemerintah daerah juga perlu meningkatkan kesejahteraan umum, melalui kebijakan Bupati sebagai pengambil kebijakan didaerah untuk menjadikan kabupaten morowali sebagai morowali yang sejahtera adil dan makmur.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tepeasa Moroso merupakan satu kearifan lokal yang sering digunakan oleh masyarakat kabupaten morowali. masyarakat morowali merupakan masyarakat yang di kenal sangat menjunjung tinggi rasa kekeluargaan. Tak ada satu kegiatan pun yang dilakukan dalam lingkungan masyarakat yang terlepas dari adanya bantuan dan kerjasama antara masyarakat morowali. Tak terlepas dari hal ini, bentuk kerjasama ini tidak hanya dilakukan dalam lingkungan masyarakat morowali itu sendiri namun, bentuk kerjasama ini sering juga dilakukan diluar dari masyarakat morowali.

Kemajuan kabupaten morowali ini tidak terlepas dari kearifan lokal yang selalu di anut dan di pegang teguh oleh masyarakat dan pemerintahan kabupaten morowali. Kearifan lokal “Tepeasa Moroso” tidak hanya dipergunakan dalam lingkungan masyarakat, namun juga digunakan dalam pemerintahan. Kearifan lokal ini digambarkan dengan membangun hubungan pemerintah dengan masyarakat kabupaten morowali agar pemerintahan disana berjalan dengan baik karena masyarakat berperan dalam pembangunan selain itu pemerintahan kerjasama antar instansi-instansi dalam melakukan kinerjanya untuk membangun dan memajukan kabupaten morowali.

Rabu, 19 Mei 2010

TEPEASA MOROSO SEBAGAI SALAH SATU KEARIFAN LOKAL DI KABUPATEN MOROWALI

Tepeasa moroso merupakan salah satu semboyan atau kearifan lokal yang sering digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Morowali. Semboyan ini sering disebut-sebut sebagai semboyan yang memiliki makna pemersatu untuk masyarakat Morowali. Tepeasa Moroso yang berasal dari bahasa bungku yang terdiri dari dua suku kata yaitu tepeasa dan moroso, tepeasa yang artinya bersatu dan moroso yang artinya erat atau kuat. Jadi,secara terminologi atau bahasa, tepeasa moroso adalah bersatu dengan erat atau bersatu untuk kuat.
Masyarakat morowali pada umunya terdiri dari dua suku yaitu suku mori dan suku bungku. Awal mula muncul semboyan tepeasa moroso adalah sebagai semboyan untuk mempersatukan kedua suku tersebut yang notabenenya adalah suku yang sama-sama satu ras.jadi,semboyan tepeasa moroso bukan hanya sekedar bahasa yang dikeluarkan begitu saja tetapi mempunyai nilai sosial didalamnya. Akan tetapi ketika semboyan ini ditinjau lebih lanjut,pemaknaanya tidak sampai disitu saja tetapi semboyan tepeasa moroso bisa juga diartikan sebagai salah satu bentuk ekspresi dari masyarakat morowali yang menginginkan hidup bermasyarakat yang harmonis.
Kearifan lokal tersebut tidak hanya dipakai didalam masyarakat tetapi juga dijumpai didalam pemerintahan di kabupaten morowali. kata tepeasa moroso didalam kepemerintahan di kabupaten morowali memiliki makna yang sangat besar karena semboyan tersebut merupakan simbol dimana pemerintahan di kabupaten morowali harus bersatu dan kuat,saling mendukung sehingga kabupaten morowali bisa melaksanakan visi dan misinya untuk membangun kabupaten morowali kedepannya menjadi kabupaten yang membanggakan dalam segi agama,politik,sosial,ekonomi, budaya dan sebagainya,

Selasa, 04 Mei 2010

PERBANDINGAN GAYA KEPEMIMPINAN ORDE BARU DAN REFORMASI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara tentang pemimpin dan Kepemimpina masa depan erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa ini. Bangsa ini, masih membutuhkan pemimpin yang kuat di berbagai sektor kehidupan masyarakat, pemimpin yang berwawasan kebangsaaan dalam menghadapi permasalahan bangsa yang demikian kompleks. Ini selaras dengan kerangka ideal normatif sistem Kepemimpinan nasional sebagai sebuah sistem dalam arti statik maupun arti dinamik. Dalam arti sistem yang bersifat statik, sistem kepemimpinan nasional adalah keseluruhan komponen bangsa secara hierrarkial (state leadership, political and entrepreneural leadership and societal leadership) maupun pada tatanan komponen bangsa secara horizontal dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sementara itu, dalam sistem yang bersifat dinamik, sistem kepemimpinan nasional adalah keseluruhan aktivitas kepemimpinan yang berporos dari dan komponen proses transformasi (interaksi moral, etika dan gaya khepemimpinan) dan akhirnya keluar dalam bentuk orientasi kepemimpinan yang berdimensi aman, damai, adil dan sejahtera.
Saat ini, kita butuh pemimpin yang berorientasi kepada kepentingan, kemajuan, dan kejayaan bangsa dan negara, bukan kepada kepentingan pribadi/kelompok, bukan untuk melanggengkan kekuasaan kelompok, dan bukan pula kepemimpinan yang membiarkan hidupnya budaya anarkhisme, budaya kekerasan, dan budaya korupsi, kolusi dan nepotisme. Kita butuh, pemimpin berwawasan kebangsaan, pemimpin Pancasilais, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD Negara RI Tahun 1945, serta memahami karakter dan kultur bangsa Indonesia
Pemimpin dan kepemimpinan masa depan yang integratif harus memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tindak sebagai negarawan. Makna dari negarawan adalah seorang pemimpin yang diharapkan mampu mengubah kondisi saat ini melalui proses untuk menciptakan kondisi yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan nasional dan mewujudkan cita-cita nasional. Pemimpin akan dapat melaksanakan fungsi kepemimpinan-nya dengan efektif, apabila ia diterima, dipercaya, didukung serta dapat diandalkan. Seorang pemimpin harus memiliki reputasi yang baik, menunjukkan kinerja yang diakui,

terutama dalam mengantisipasi tantangan-tantangan di depan dan keberhasilannya mengatasi masalah masalah yang kritikal dan membawa kemajuan-kemajuan yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Gaya Kepemimpinan Rezim Orde Baru ?
2. Bagaimana Gaya Kepemimpinan Era Reformasi ?
3. Bagaimana Perbandingan Gaya Kepemimpinan Orde Baru dan Reformasi ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Gaya Kepemimpinan Rezim Orde Baru
2. Untuk mengetahui Gaya Kepemimpinan Era Reformasi
3. Untuk mengetahui Perbandingan Gaya Kepemimpinan Orde Baru dan Reformasi













BAB II
PEMBAHASAN

A. Gaya Kepemimpinan Rezim Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia.orde baru menggantikan orde lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan orde Lama Soekarno. orde baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
dramatis gaya kepemimpinan Rezim Orde Baru (Soaharto) adalah Otoriter/militeristik. mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau. Orde Baru Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol). Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
B. Gaya Kepemimpinan Era Reformasi
Kepemimpinan masa depan di era reformasi ini dalam mewujudkan terciptanya ketahanan dan stabilitas nasional dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Reformasi adalah Redemokratisasi Sudah sembilan tahun bangsa ini mengarungi masa reformasi sejak Soeharto dan rezim Orde Baru tumbang, 21 Mei 1998.Namun, sejujurnya perubahan mendasar yang menyentuh kehidupan rakyat kecil, mereka yang lemah, miskin,dan tersingkir, belum terjadi. Berbagai persoalan yang dihadapi rakyat dan korban kekuasaan bukannya berkurang, tetapi justru kian kompleks. Angka kemiskinan dan jumlah
pengangguran meningkat. Gus Dur, Megawati, dan SBY adalah presiden yang memimpin bangsa ini di Era Reformasi.
Gaya Kepimipinan Presiden Abdurrahman Wahid adalah gaya kepemimpinan Responsif-Akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan semua kepentingan yang beraneka ragam yang diharapkan dapat dijadikan menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memihki keabsahan. Pelaksanaan dan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan diharapkan mampu menggerakkan partisipasi aktif para pelaksana di lapangan, karena merasa ikut terlibat dalam proses pengambil keputusan atau kebijaksanaan.
Gaya kepemimpinan Megawati bila dilihat berdasarkan ciri-ciri kepemimpinan ideal yang dimiliki. Megawati tenang dan tampak kurang acuh dalam menghadapi persoalan. Tetapi dalam hal-hal tertentu, menunjukkan determinasi dalam kepemimpinannya, misalnya mengenai persoalan-persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Aceh.
Gaya Kepemimpinan SBY berdasarkan ciri-ciri dari Kepemimpinan ideal yang sesuai dengan beliau diantaranya adalah, pengetahuan umum yang luas seperti yang telah dituliskan Mar’ie Muhammad bahwa SBY adalah seorang militer intelektual, kemudian kemampuan analitik yang tajam yang kadangkala mengurangi kecepatan dalam mengambil keputusan. Keterampilan berkomunikasi secara efektif juga dimiliki beliau dimana terlihat dampaknya pada kabinet yang dipimpinnya.
C. Perbandingan Gaya Kepemimpinan Orde Baru dan Reformasi
Untuk membandingkan gaya kepemimpinan pada masa Orde Baru (otokratik) dan Reformasi,dapat dilakukan dengan membandingkan tipe dari kedua gaya kepemimpinan tersebut.
Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakter yang negatif. Dilihat dari persepsinya seseorang yang egois Gaya Kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain:
1. Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya
2. Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya
3. Bernada keras dalam pemberian perintah atau intruksi
4. Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan
Sedangkan gaya kgepemimpinan yang digunakan dalam era reformasi adalah gaya demokratik dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi
2. Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan
3. Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya
4. Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menunjang harkat dan martabat manusia.
5. Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.


















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedua gaya kepemimpinan tersebut dapat di lihat dari tipe kepemimpinan sebagai berikut:
Tipe Rezim orde Baru (otokratik)
a. Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya
b. Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya
c. Bernada keras dalam pemberian perintah atau intruksi
d. Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan.
Tipe Demokratik (Era Reformasi)
1. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi
2. Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan
3. Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya
4. Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menunjang harkat dan martabat manusia.
5. Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.
B. Saran-saran
Diharapkan kepada para mahasiswa agar lebih mengetahui dan mengkaji lebih dalam lagi mengenai gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh setiap pemimpin negara kita.


Tugas Kepemimpinan Pemerintahan

PERBANDINGAN GAYA KEPEMIMPINAN
ORDE BARU DAN REFORMASI



DISUSUN OLEH

NURFIDAR KAMARUDDIN
B 401 07 004

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2010

KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr.Wb
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahamat dan hidayahNyalah sehinggan penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penilis sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Di dalam penulisan makalah ini penulis tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Oleh sebab itu apabila dalam penulisan ini tersdapat kesalahan dan kekeliuruan penulis barharap kritik dari para pembaca.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa ilmu pemerintahan dan masyarakat pada umunya.

Billahitaufik wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb

Palu, 05 April 2010

Penulis









Daftar Isi

Kata Pengantar ......................................................................................
Daftar isi ......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar Belakang ......................................................................................2
B. Rumusan Masalah ......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................3
A. Gaya Kepemimpinan Orde Baru ..........................................................................3
B. Gaya Kepemimpinan Reformasi ..........................................................................4
C. Perbandingan Gaya
Kepemimpinan Orde Baru
Dan Reformasi .........................................................................5

BAB III PENUTUP ......................................................................................6
A. Kesimpulan ......................................................................................7
B. Saran ......................................................................................7